Hari yang Luar Biasa (Bagian I)
Hari itu tak dapat dilukiskan dengan kata-kata...
Waktu sudah menunjukkan pukul 13.00, tapi Udin yang janjian jam 12.00 akan berangkat bareng belum juga kelihatan buntutnya. Satu jam menunggu itu setara seratus tahun rasanya. Apalagi yang ditunggu podho lanange. Akhirnya dengan berat hati kuputuskan meninggalkanmu, Din. Maafkan aku, tapi itu jalan terbaik bagi kita. Sop buntut jelas lebih menggiurkan daripada buntutmu...hahaha
Dengan vario putih kebanggaan keluarga, kulesatkan diri menuju tempat yang disepakati, rumah Eny. Dengan kecepatan setara Valentino Rossi, varioku menyibak keramaian jalanan Solo - Klaten, lalu mengiris meliuk jalanan Kepoh - Juwiring - Tanjung - Serenan. Wuzzz....hingga masuk kawasan Sukoharjo. Tanpa mampir Carikan, tanah tumpah darahku yang kucinta, kuputuskan untuk bablas saja menuju Calen.
Terus terang, saya buta tentang daerah Calen karena memang di peta nggak tercatat (sorry lho En). Namun, berkat ancer-ancer dari Eny dan sedikit spacial intuition, akhirnya kutemukan rumah Eny (nggak percuma saya kuliah di geografi wkwkwk). Tapi.... oh, itu bukan rumah, lebih tepat istana. Megah euy!
Di rumah, eh istana itu telah menunggu dengan begitu setianya: Ipung (wow), Tinuk (amazing), Harni (ehem), Eko (speechless), Marno (astaga), dan tentu saja si nyonya rumah, Eny (so sweet). Kedatanganku disambut penuh histeris (lebay dikit napa) oleh empat bidadari di beranda. #salim satu-satu. Terus terang saya ragu sama Marno apakah dia mengingatku. Subhanallah, dia ingat padaku #lonjak-lonjak victory lap. Dan, Eko... siang itu kamu keren sekali.. eeaa!
Sungguh indah suasana saat itu, yaa Allah.
Seperti biasa, dengan gaya tanpa basa basi, Eny langsung menyeretku ke kamar, eh, meja makan. Dengan kecekatan luar biasa, dia menyajikan sop buntutnya (maksudnya sop buntut buatannya). Woow...! Sepiring nasi, semangkuk sop buntut, lengkap dengan sambal, tempe, dan tahu komplit di hadapanku. Fabi ayyi allaa irobbikuma tukadziban.
Biasanya saya agak-agak gimanaaa gitu kalau disuruh makan di rumah orang. Anehnya di tumah Eny, rasa sungkan itu hilang. Mungkin karena sifat Eny, yang kalau bahasa programer, open source itu membuat rasa sungkanku berlalu. Dan dua mangkuk sup buntut dengan sukses pindah ke perutku. Lha enak tenan je! Beneran ini! CS resto aja kalah sama sop buntut bikinan Eny.
Pukul dua siang lebih...
Terus terang, saya gelisah. Hari itu saya ada pertandingan badminton yang diadakan kantor, dengan hadiah kulkas dua pintu dan dua jendela (ben mantep sisan). Rencananya saya tidak akan lama-lama di Sukoharjo, pol sampai pukul 14.00, lalu cabut lagi ke Klaten. Heleh... lha kok sampai jam segitu, Udin belum datang! Sembari nunggu Udin, lha kok Harni malah pamit duluan karena anaknya minta dibeliin ayam goreng. Sekalian belinya di Zimbabwe yo, Har.... wakakaka. Plis Har!
Beberapa saat setelah Harni meluncur pergi, Udin datang.Wajahnya tampak ceria, namun tidak dapat menyembunyikan rasa bersalahnya. Jadinya ya tetep aja, kusut wakaka. Yang ditunggu sudah datang, tapi yang satu pergi. Haduh. Saya makin gelisah tak menentu. Harapan mendapat kulkas melayang sudah!
Sembari nunggu Harni, kita ngobrol-ngobrol di beranda, sementara Udin menikmati sop-nya. Kita cerita tentang anak-anak dan rumah tangga. Sesekali terdengar riuh rendah suara ketawa. Tinuk yang paling keras kalau ketawa.. ups! Udin lebih banyak diam, begitulah dia kalau lagi makan, khusyuk! Kita tertawa lepas. Masya Allah, kita seperti lupa usia.
Setelah lima jam berlalu (lebay lagi) Harni datang. Oke, kita berangkat. Kebetulan banget waktu itu kita bersepuluh, 4 cewek dan 4 cowok dan 2 mobil...ciee pas nih ye....! Diputuskan 4 orang di mobil Harni, 4 orang di mobil Eko. Mari kita let's go!
Toyota Yaris Harni segera melaju (tuh cewek mbalap juga kalau nyetir) diikuti Honda Mobilio, masih baru. Ehm. Kami menyusuri jalan kota hingga proliman, ambil jalan arah Mandan. Di sepanjang jalan, saya tak hentinya bertanya, ini Sukoharjo cyah? Sudah banyak yang berubah. Subhanallah. Rasanya seperti sudah seabad saja nggak pulang Sukoharjo.
Sampai akhirnya, kami sampai jalan arah Tawangsari dan.... MACET! Ternyata sedang ada perbaikan jalan, dan... bukan cuma satu ruas. Beberapa rusa jalan sedang dalam perbaikan Saya semakin pasrah. Tak ada badminton hari itu. Setelah bertempur menghadapi kemacetan dengan penuh kesabaran akhirnya kami sampai di rumah tujuan. Rumah Agus Hananto. Ya, kami dalam rangka tilik Agus yang konon menderita stroke.
Kami ketemu ibunya. Ternyata dia sudah tidak tingga di rumah itu lagi. Dia sudah tinggal di rumah sendiri, yang kebetulan tidak jauh dari situ. Kami diantar oleh adik Agus. Sampailah kita.
Kita diterima oleh istri Agus, namanya Bu Agus.
Kami diantar menemui Agus.... dan Yaa Allah, kami tercekat seketika, kehilangan kata-kata. Agus terbaring lemah tak berdaya dengan tubuh nyaris tinggal rangka. Mataku berkaca-kaca. Agus yang dahulu kami kenal berbadan gempal atletis, gagah, dan banyak senyum, kini tak lagi mengenali kami. Pandangannya kosong, terbuka tapi seperti tak melihat segala.
Kami mencoba menyemangatinya, bahkan Eny, Ipung, Tinuk dan Harni tak henti-henti memberi dorongan motivasi untuknya. Bu Agus banyak bercerita tentang kronologi penyakit yang diderita suaminya dan upaya penyembuhan yang ditempuhnya. Luar biasa. Di sini kami mendapat hikmah, betapa sehat merupakan kenikmatan yang luar biasa. Hikmah yang luar biasa di hari yang luar biasa pula.
Kami hanya bisa berdoa untukmu Gus, semoga Allah memberi kesembuhan untukmu.
ALLAHUMMA ROBBANNAS ADZHIBILBA' SA ISYFI ANTASYSYAFI LA SYIFA-AN ILLA SYIFAUKA SYIFA' AN LA YUGHODIRU SAQOMA
Waktu sudah menunjukkan pukul 13.00, tapi Udin yang janjian jam 12.00 akan berangkat bareng belum juga kelihatan buntutnya. Satu jam menunggu itu setara seratus tahun rasanya. Apalagi yang ditunggu podho lanange. Akhirnya dengan berat hati kuputuskan meninggalkanmu, Din. Maafkan aku, tapi itu jalan terbaik bagi kita. Sop buntut jelas lebih menggiurkan daripada buntutmu...hahaha
Dengan vario putih kebanggaan keluarga, kulesatkan diri menuju tempat yang disepakati, rumah Eny. Dengan kecepatan setara Valentino Rossi, varioku menyibak keramaian jalanan Solo - Klaten, lalu mengiris meliuk jalanan Kepoh - Juwiring - Tanjung - Serenan. Wuzzz....hingga masuk kawasan Sukoharjo. Tanpa mampir Carikan, tanah tumpah darahku yang kucinta, kuputuskan untuk bablas saja menuju Calen.
Terus terang, saya buta tentang daerah Calen karena memang di peta nggak tercatat (sorry lho En). Namun, berkat ancer-ancer dari Eny dan sedikit spacial intuition, akhirnya kutemukan rumah Eny (nggak percuma saya kuliah di geografi wkwkwk). Tapi.... oh, itu bukan rumah, lebih tepat istana. Megah euy!
Di rumah, eh istana itu telah menunggu dengan begitu setianya: Ipung (wow), Tinuk (amazing), Harni (ehem), Eko (speechless), Marno (astaga), dan tentu saja si nyonya rumah, Eny (so sweet). Kedatanganku disambut penuh histeris (lebay dikit napa) oleh empat bidadari di beranda. #salim satu-satu. Terus terang saya ragu sama Marno apakah dia mengingatku. Subhanallah, dia ingat padaku #lonjak-lonjak victory lap. Dan, Eko... siang itu kamu keren sekali.. eeaa!
Sungguh indah suasana saat itu, yaa Allah.
Seperti biasa, dengan gaya tanpa basa basi, Eny langsung menyeretku ke kamar, eh, meja makan. Dengan kecekatan luar biasa, dia menyajikan sop buntutnya (maksudnya sop buntut buatannya). Woow...! Sepiring nasi, semangkuk sop buntut, lengkap dengan sambal, tempe, dan tahu komplit di hadapanku. Fabi ayyi allaa irobbikuma tukadziban.
Biasanya saya agak-agak gimanaaa gitu kalau disuruh makan di rumah orang. Anehnya di tumah Eny, rasa sungkan itu hilang. Mungkin karena sifat Eny, yang kalau bahasa programer, open source itu membuat rasa sungkanku berlalu. Dan dua mangkuk sup buntut dengan sukses pindah ke perutku. Lha enak tenan je! Beneran ini! CS resto aja kalah sama sop buntut bikinan Eny.
Eko dan Tinuk tengah menikmati lezatnya sop buntut bikinan Eny, maknyusss... tenan! |
Pukul dua siang lebih...
Terus terang, saya gelisah. Hari itu saya ada pertandingan badminton yang diadakan kantor, dengan hadiah kulkas dua pintu dan dua jendela (ben mantep sisan). Rencananya saya tidak akan lama-lama di Sukoharjo, pol sampai pukul 14.00, lalu cabut lagi ke Klaten. Heleh... lha kok sampai jam segitu, Udin belum datang! Sembari nunggu Udin, lha kok Harni malah pamit duluan karena anaknya minta dibeliin ayam goreng. Sekalian belinya di Zimbabwe yo, Har.... wakakaka. Plis Har!
Beberapa saat setelah Harni meluncur pergi, Udin datang.Wajahnya tampak ceria, namun tidak dapat menyembunyikan rasa bersalahnya. Jadinya ya tetep aja, kusut wakaka. Yang ditunggu sudah datang, tapi yang satu pergi. Haduh. Saya makin gelisah tak menentu. Harapan mendapat kulkas melayang sudah!
Sembari nunggu Harni, kita ngobrol-ngobrol di beranda, sementara Udin menikmati sop-nya. Kita cerita tentang anak-anak dan rumah tangga. Sesekali terdengar riuh rendah suara ketawa. Tinuk yang paling keras kalau ketawa.. ups! Udin lebih banyak diam, begitulah dia kalau lagi makan, khusyuk! Kita tertawa lepas. Masya Allah, kita seperti lupa usia.
Setelah lima jam berlalu (lebay lagi) Harni datang. Oke, kita berangkat. Kebetulan banget waktu itu kita bersepuluh, 4 cewek dan 4 cowok dan 2 mobil...ciee pas nih ye....! Diputuskan 4 orang di mobil Harni, 4 orang di mobil Eko. Mari kita let's go!
Toyota Yaris Harni segera melaju (tuh cewek mbalap juga kalau nyetir) diikuti Honda Mobilio, masih baru. Ehm. Kami menyusuri jalan kota hingga proliman, ambil jalan arah Mandan. Di sepanjang jalan, saya tak hentinya bertanya, ini Sukoharjo cyah? Sudah banyak yang berubah. Subhanallah. Rasanya seperti sudah seabad saja nggak pulang Sukoharjo.
Sampai akhirnya, kami sampai jalan arah Tawangsari dan.... MACET! Ternyata sedang ada perbaikan jalan, dan... bukan cuma satu ruas. Beberapa rusa jalan sedang dalam perbaikan Saya semakin pasrah. Tak ada badminton hari itu. Setelah bertempur menghadapi kemacetan dengan penuh kesabaran akhirnya kami sampai di rumah tujuan. Rumah Agus Hananto. Ya, kami dalam rangka tilik Agus yang konon menderita stroke.
Kami ketemu ibunya. Ternyata dia sudah tidak tingga di rumah itu lagi. Dia sudah tinggal di rumah sendiri, yang kebetulan tidak jauh dari situ. Kami diantar oleh adik Agus. Sampailah kita.
Kita diterima oleh istri Agus, namanya Bu Agus.
Kami diantar menemui Agus.... dan Yaa Allah, kami tercekat seketika, kehilangan kata-kata. Agus terbaring lemah tak berdaya dengan tubuh nyaris tinggal rangka. Mataku berkaca-kaca. Agus yang dahulu kami kenal berbadan gempal atletis, gagah, dan banyak senyum, kini tak lagi mengenali kami. Pandangannya kosong, terbuka tapi seperti tak melihat segala.
Kondisi Agus Hananto saat ini, hanya terbaring saat kami kunjungi |
Kami mencoba menyemangatinya, bahkan Eny, Ipung, Tinuk dan Harni tak henti-henti memberi dorongan motivasi untuknya. Bu Agus banyak bercerita tentang kronologi penyakit yang diderita suaminya dan upaya penyembuhan yang ditempuhnya. Luar biasa. Di sini kami mendapat hikmah, betapa sehat merupakan kenikmatan yang luar biasa. Hikmah yang luar biasa di hari yang luar biasa pula.
Kami hanya bisa berdoa untukmu Gus, semoga Allah memberi kesembuhan untukmu.
ALLAHUMMA ROBBANNAS ADZHIBILBA' SA ISYFI ANTASYSYAFI LA SYIFA-AN ILLA SYIFAUKA SYIFA' AN LA YUGHODIRU SAQOMA
Sorry yo JO.... lha ndulang e kesuwen....
ReplyDeleteSebagai rasa bersalah, nang o Solo ta jajakke....!
Suk ae Din. Nodong kapolrese wkwkwkwk
ReplyDeleteYo Siapppp!!!!
DeleteYa Alloh, Tuhan Pemelihara Manusia. Sembuhkanlah saudara kami Agus Hananto dari penyakitnya. Karena hanya Engkaulah yang dapat menyembuhkannya. Tidak ada kesembuhan selain kesembuhan dari Mu ya Alloh. Kesembuhan yang tidak meninggalkan bekas. Amin
ReplyDeleteaamiin....
DeleteTulisan indah, Jo. Juga yang di blog-mu http://sisikota.blogspot.com.au/.
DeleteAku juga sempat buat blog keluarga http://chikansha.blogspot.com.au/
tapi ya gitu anget-anget tahi ayam, he ...he
Gus, keren sekali blognya! Tulisannya itu lho inspiratif sekali, terutama tentang pinguin dan anjing... Jempol! Salam buat Chika dan Caca, mereka anak-anak yang luar biasa! Salam juga buat mama Novy. Tulisannya enak dibaca dan mudah dicerna! Salut... #angkat dua jempol...
Delete